Sabtu, 27 Agustus 2011

Empat Yuga dan Kualifikasi


MANU-KUALIFIKASI EMPAT YUGA

Oleh: Gede Agus Budi Adnyana,S.Pd.B.,M.Pd.H

          Ada sebuah interpretasi yang menyatakan bahwa Manu lebih tepat merujuk pada sebuah pengertian yang langsung menuju pada Tuhan Yang Maha Esa sendiri. Jika memang demikian, maka kita akan mendapatkan beberapa ketimpangan untuk keterangan kitab-kitab Purana, bahwa dalam periode satu Manvantara, seorang Manu memerintah sebagai tonggak awal di mana jaman yang baru telah ada.
          Kita adalah manusia yang hidup bereinkarnasi dalam beberapa generasi dan di banyak bentuk badan entitas kehidupan. Manvantara tepat dimana hari ini kita hidup adalah Manvantara ke tujuh yang diperintah oleh Satyavrata yang kemudian dinobatkan oleh Sang Hyang Narayana menjadi Vaivasvata Manu. Kemudian jika kita runutkan maka kita akan mendapatkan sebagai berikut:
  1. Manvantara I diperintah oleh Svayambhuva Manu.
  2. Manvantara kedua diperintah oleh Svarocisa Manu.
  3. Manvantara ketiga diperintah oleh Uttama Manu.
  4. Manvantara keempat diperintah oleh Tamasa Manu.
  5. Manvantara kelima diperintah oleh Raivata Manu.
  6. Manvantara keenam diperintah oleh Caksusa Manu.
  7. Manvantara ketujuh diperintah oleh Vaivasvata Manu.
  8. Manvantara kedelapan diperintah oleh Suryasavarni Manu.
  9. Manvantara kesembilan diperintah oleh Daksasavarni
  10. Manvantara  kesepuluh diperintah Brahmasavarni.
  11. Manvantara kesebelas diperintah Dharmasavarni.
  12. Manvantara keduabelas diperintah Rudrasavarni.
  13. Manvantara tigabelas diperintah Roucya Manu.
  14. Manvantara empat belas diperintah oleh Bhoutya.
Dalam banyak hal, seluruh kualifikasi manusia dan mahluk yang menghuni Bumi akan mengalami perubahan total, baik yang dalam tataran material atau mahluk yang berada dalam kapasitas niskala. Perubahan itu juga yang mengarah pada terlupakannya seluruh narasi sejarah masa silam dinasti Manu-manu yang memerintah.
          Jika pendapat yang menyatakan Manu adalah Tuhan secara mutlak, maka itu sah-sah saja, tetapi jika kita perhatikan dimana seorang Maharaja Satyavrata yang kemudian memiliki kualitas rohani yang baik, kemudian bertemu avatara Sang Hyang Vishnu, maka oleh Bhatara Vishnu, ia dinobatkan menjadi Manu, ini menunjukkan bahwa manusia di awal penciptaan adalah manusia yang memiliki kualifikasi yang hampir setara dengan Dewata.
          Ada banyak kecerdasan mereka yang tidak dapat kita tiru di jaman Kali sekarang, atau ada banyak keajaiban yang terjadi dan terdengar aneh di telinga manusia Kali Yuga yang kecerdasan spiritualnya sudah menurun serta kualitas rohaninya terpuruk karena banyak hal. Maka narasi sejarah Purana dan juga Mahabharata akan terkesan muluk-muluk dan penuh dengan imajinasi dari penulis purba yang menetap di hutan belantara dengan tangan-tangan kreatif mereka.
          Untuk itulah, di sini kita perlu mengetahui bentuk jaman ke jaman dan kualifikasi yang mengikutinya. Misalnya, kitab Bhavisya Purana yang meramalkan kejadian masa akan datang, kemudian dinasti baru yang memerintah dunia, seperti Pradyota, Sisunaga, Nanda, Mourya, Sunga, Kanvayana dan yang lainnya. Bagaimana mungkin kitab itu juga meramalkan kemunculan yang Mulia Baginda Nabi Muhammad, jika kitab tersebut hanya bualan resi jaman dulu?
          Intinya adalah resi masa silam adalah para siddha yang telah diberkati dengan kemampuan untuk melihat masa depan. Itu tentu dengan kecerdasan spiritual dan kualifikasi rohani yang mumpuni, melalui banyak tapa, tirakat dan juga sadhana spiritual yang cukup ketat. Bahkan mereka mampu membuat badan mereka sendiri melawan hukum Gravitasi di Bumi, mereka melayang terbang dan terkadang menghilang untuk beberapa saat dan muncul lagi di tempat yang lain.
          Kemudian mereka mampu melakukan percakapan dengan para Dewata dan menghasilkan banyak rumus-rumus yang sangat tepat, misalnya membuat senjata nuklir Illahi, kemudian kendaraan terbang yang memiliki kecepatan cahaya yang mampu mengunjungi banyak tempat spektakuler, dan jika ini kit abaca, maka dengan ketumpulan kecerdasan dan kotornya rohani kita, maka narasi ini seperti dongeng anak SD.
          Mahabharata dan juga Ramayana kemudian kitab Purana yang lainnya menyuguhkan ada banyak perjalanan angkasa dan bahkan mengunjungi planet yang lain dengan bantuan kapal terbang yang disebut Pusphakai atau Vimana. Maharesi Bharadvaja yang termasuk resi terkemuka memberikan ulasan mengenai bagaimana mesin ini terbang dengan baik. ini kualifkai jaman Satya dimana manusia memiliki kesetaraan dengan mahluk siddha loka yang lain.
          Kemudian dengan demikian, di awal Satya Yuga, maka Manu dan beberapa garis dinasti Beliau memiliki pencitraan yang unik untuk manusia Kali Yuga. Kemudian dalam satu periode yang disebut dengan Mahayuga, maka kita akan mengenal empat jaman dan ini merupakan paruh waktu, dimana kecerdasan manusia juga mengalami perubahan. Tretha Yuga masih cerdas namun sudah merosot sedikit demi sediki. Untuk Dvapara Yuga, kemerosotan mulai muncul di mana-mana dalam bentuk yang nyata, dan Kali Yuga adalah saat dimana kemerosotan sebagai mascot dan dengan kemerosotan moral, maka kecerdasan manusia juga akan menurun, secara pasti kualifkasi rohaninya juga menurun, lalu dengan kondisi yang demikian, bagaimana mungkin meyakini Mahabharata sebagai kisah nyata?
          Bahkan sekarang ada banyak umat Hindu yang tidak yakin dengan para Dewa, atau tidak punya rasa hormat pada para Dewa yang menjadi junjungannya sendiri. Contoh, suatu ketika ada sebuah iringan Ida Bhatara yang tengah menuju sebuah tempat patirthaan. Seorang yang tengah duduk di dalam sebuah mobil mewah lengkap dengan catnya yang mengkilat ada di jalur yang berseberangan.
          Padahal, jalan tersebut sepi dan ada banyak waktu untuk mematikan mesin kemudian turun dari mobil dan menunduk hormat kepada Ida Bhatara, tetapi dengan congkaknya manusia dungu itu tetap diam di atas mobil dengan kaca mata hitamnya memandangarah yang berbeda, seolah Ida Bhatara tidak ada di depan dia. Inilah contoh kita sudah mulai kehilangan rasa hormat, jika demikian keadaannya bagaimana mungkin memberikan pemahaman akan banyak konsep masa silam yang nyata dan diutarakan banyak resi, sebab kecerdasan mereka tumpul karena kurangnya bhakti.
          Ada lagi, sebuah kasus dimana Ida Bhatara Ratu Gede lunga untuk melancaran dan memberikan berkat kepada umatnya. Ketika iringan Beliau tiba di sebuah perempatan jalan, maka Ida Bhatara Ratu Gede mulai menari, tetapi alangkah malangnya, di salah satu sudut perempatan itu ada tempat main bola billayard dengan kumpulan anak muda yang menghisap rokok ngelepus seperti naga banda sedang main bola sodok. Mereka tidak peduli dengan kehadiran tapakan Ida Bhatara, mereka acuh dan tanpa menghormat sedikipun.
          Oh… jika orang itu sudah berjnani melihat kebenaran dalam tataran Jiva dan Brahmavidyanya sudah matang dan tak terikat lagi, maka itu wajar saja. Tetapi mereka berbeda, mereka adalah manusia yang dengan nasib malangnya belum mendapatkan pencerahan sedikipun. Andaikata ada seseorang yang berbaik hati datang ke meja bola sodok itu dan menceramahi mereka dengan tata susila dan filsafat, tentu penceramah itu akan ditendang habis.
          Wah, wah, wah… bagaimana mungkin sekarang kita memberikan narasi agung Mahabharata kepada mereka? Tentu dengan kecerdasan tumpul mereka, Mahabharata adalah dongeng. Mereka lebih tertarik dengan bola sodok dari pada membicarakan pengetahuan dan kebijaksanaan dari masa silam. Apakah masa silam itu kuno, primitive dan terbelakang dalam segala hal? Tidak, sebelum memberikan cap bahwa masa silam itu terkebelakang, maka kita akan coba membicarakan sedikit peradaban atau hasil peradaban mereka yang mengagumkan, yang spektakuler yang bahkan di jaman sekarang ini saja, manusia masih kebingungan mencari cara untuk menyamakan diri mereka dengan hasil peradaban masa lalu itu yang megah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar