Jumat, 05 Agustus 2011

ular Sesa

Sanghyang Antasesa
Penyangga Alam Semesta

Oleh : Gede Agus Budi Adnyana,S.Pd.B.,M.Pd.H

            Yang sering membingungkan dalam masyarakat Hindu Bali bahwa nama sosok naga raksasa yang bernama Ananta sering disamakan dengan Ananta Boga. Apakah Ananta Boga yang dikatakan naga raja oleh masyarakat Hindu pada umumnya sama dengan Ananta Sesa yang sekarang kita bahas ini? Sebelum jauh menjawab maka sebaiknya kita ikuti saja sejarah mereka satu persatu.
            Ananta Boga adalah naga yang terlahir dari rahim Dewi Kadru dengan seorang maharesi bernama Kasyapa. Ia adalah saudara tua dari Basuki dan naga Taksaka. Seekor naga yang lahir dari telur yang dierami selama 1000 tahun, buah dari tirakat dan tapa dari maha resi, maka tak mengherankan sewaktu pengadukan lautan Mantana, naga Ananta Boga diminta untuk mencabut gunung Mandaracala dari tanah Sangka.
            Kemudian ada naga bernama Ananta Sesa. Naga ini berbeda dengan Ananta Boga, beliau bukan putra dari resi Kasyapa dengan Dewi Kadru, melainkan satu pribadi yang berkuasa penuh dan muncul dari perbanyakan serta paripurna Tuhan Yang Maha Esa. Naga purba ini sudah ada jauh sebelum Ananta Boga terlahir dan merupakan naga yang menyangga alam semesta.
            Sri Hari Wisnu adalah sosok pribadi Tuhan yang berbaring di lautan Karana, oleh sebab itu beliau dikenal dengan nama Karanaudakasayi Wisnu. Kasur tempat beliau berbaring inilah naga purba berkepala tak terhingga bernama Ananta Sesa. Setiap kepala Ananta Sesa menyangga satu brahmanda yang keluar dari nafas Karanaudakasayi Wisnu dan dalam setiap satu Brahmanda ada berbagai macam tingkat semesta dan para penghuninya termasuk Brahma dan Siwa.
            Dengan jumlah semesta yang tak terhitung banyaknya inilah, Ananta Sesa menyangganya dengan setiap satu kepala, namun nafas Wisnu begitu luar biasa, sekali hembusan milyaran mahatatwa terpancar dan membentuk Brahmanda yang baru dan disangga lagi oleh kepala Ananta Sesa. Oleh karena itu Ananta Sesa memiliki satu difinisi yakni memiliki kepala tak terhitung atau tiada akhirnya.
            Namun terkadang penggambaran Ananta Sesa sering terlihat dengan tujuh buah kepala yang memayungi Wisnu yang tengah berbaring. Ini hanya sebuah penampakan untuk para impersonalis agar dapat mengertikan wujud kebenaran mutlak yang tanpa batas. Setiap kali satu perputaran Kalpa (malam harinya bagi Brahma) maka alam semesta akan ditelan dalam pralaya dan masuk kembali dalam nafas Wisnu, maka Ananta juga ikut menyemburkan apinya untuk membakar alam semesta hingga tak tersisa.
            Ia adalah suatu kekuatan internal dan berkuasa penuh, karena ia bagian paripurna yang berkuasa. Bahkan secara naratif, Brahma tercipta setelah Ananta ada. Jadi dengan kata lain, Ananta Sesa jauh sebelum itu sudah ada dan ketika Wisnu berbaring, maka Brahma muncul dari pusarnya, oleh karena itu dalam beberapa stotra, Ananta Sesa dipuja sebagai naga purba yang paling awal, jiwa tatwa yang jauh lebih dulu ada sebelum Brahma sang insinyur alam semesta.
            Dalam kitab Bhagwad Gita,  10.29 Sri Krishna bersabda :
            Anantas casmi naganam
“Wahai Arjuna, ketahuilah bahwa diantara naga purba yang tertua dan memiliki kepala yang tak terhitung banyaknya, Aku adalah Ananta Sesa”
            Perbedaannya adalah Ananta Sesa merupakan naga dan bukan ular. Ular berbeda dengan naga. Jika ular adalah keturunan dari naga purba secara evolusi dan meski secara bentuk mereka ada kemiripan, namun secara kwalifikasi tingkat kerohanian, mereka berbeda. Sama dalam satu saat, namun dalam saat yang bersamaan mereka berbeda.
            Ular  hidupnya di Patala Loka atau Naga Loka, yang mana setiap permukaan bumi terdapat ular. Namun naga hanya ada di dunia rohani. Maka Sri Krishna kembali menegaskan bahwa diantra ular beliaua dalah Wasuki.
            Saparnam asmi wasukih
            “Diantara para ular, Aku adalah Wasuki”( Bhagawad Gita. 10.28)
            Jika ular dan naga adalah sama, maka tidak mungkin Sri Krisna membedakan antara Basuki dengan Ananta Sesa. Karena perbedaan kwalifikasi itulah naga dan ular berbeda. Kapanpun Tuhan turun, maka penyangga dan kasur beliau juga turun untuk melindunginya. Ketika Tuhan turun dalam bentuk Sri Krisna, Ananta Sesa juga ikut berinkarnasi menjadi Balarama atau Baladewa.
            Maka dari itu, maka kita memuja Wisnu, sebaiknya terlebih dahulu memuja Ananta Sesa sebagai manggala arati. Cukup dengan mengheningkan cipta dan membayangkan wujud Adi Sesa yang maha tak terhingga




5 komentar:

  1. Setuju kita harus bangkit dari tidur yg lama bahwa kita bangsa Nusantara adl.bangsa yg penuh dg ilmu pengetahuan dan spiritual.....itulah Indonesia yg sejati....

    BalasHapus
  2. Terimakasih penjelasanya yg sangat berharga....smga berkah dan manfaat utk semua....amin....

    BalasHapus