NIVATIKAVACA YUDDHA PARVA
Setelah mendapatkan banyak anugerah dari para Dewata, maka Arjuna kini semakin perkasa dan tidak berbeda dengan Bhatara Indra sendiri. Berdiri dengan gandhiva ditangannya yang kekar, ia terlihat seperti Yama yang akan datang mencabut nyawa setiap mahluk. Keperkasaan Arjuna ini kemudian membuat hati banyak para Dewata menjadi teringat akan kesusahan dan kesengsaraan yang tengah menimpa diri mereka.
Seorang Raksasa diberkati oleh Bhatara Siva, yang bernama Nivatikavaca dengan berbagai macam kesaktian tengah membuat huru-hara di kalangan Siddha Loka. Berkat yang ia terima adalah hampir sama dengan pendahulunya, Hiranyakasipu, bahwa ia tak akan pernah kalah di tangan Dewa, Yaksa, Dhanawa, raksasa, dan juga mahluk siddha loka lainnya. Inilah yang menyebabkan ia merasa sangat kuat dan mulai menebarkan terror dimana-mana.
Merasa tak terkalahkan oleh Dewa, maka ia menyerbu kahyangan Indra untuk menduduki Surga dengan instant, kemudian ia bercita-cita membawa seluruh kaumnya untuk masuk planet Surga dengan tanpa berbuat saleh sedikitpun. Kelakuannya sungguh membuat masalah, dan kedunguannya membuat ia menjadi congkak akan keperkasaan yang ia miliki.
Tetapi, berkah itu akan terhenti jika ada manusia sakti yang akan menjajal dirinya di dalam medan perang. Hal inilah yang membuat para Dewa menjadi menaruh harapan besar pada Dhananjaya, sebab Nivatikavaca dapat dibunuh dan tiraninya segera berakhir. Untuk itulah, Bhatara Indra memanggil Arjuna menghadap untuk menceritakan semua masalah yang menimpa alam Dewa.
Arjuna merasa sangat terberkati dengan tugas yang dibebankan pada dirinya sekarang. Menjura meminta berkat kehadapan Bhatara Indra, kemudian ia berkata:
“Oh..penguasa surga, janganlah Engkau khawatir terhadap Nivatikavaca. sejak dalam rahim ibu, hamba sudah didik dalam nafas Veda bahwa tugas utama seorang ksatria adalah membela kebenaran, dan hamba sudah berjanji menyerahkan hidup hamba kehadapan Bhatara Indra. Jadi perintah ini seperti berkat bagi hamba”.
“Arjuna, ketahuilah olehmu, bahwa Nivatikavaca memiliki banyak senjata sakti. Ia diberkati Sang Hyang Mahadewa dan dengan demikian, bahkan 12 Aditya juga harus kewalahan dalam menghadapinya. Berhati-hatilah Arjuna, sebab tugasmu ini menyangkut seluruh penghuni alam Dewa.”.
Setelah memberikan berkat kepada Arjuna, Bhatara Indra kemudian memerintahkan kusir kereta perangnya, Matali untuk menjadi sais Arjuna. Arjuna diberikan banyak upacara kejayaan dalam perang, dan berkat dari banyak Dewa. Ia naik ke atas kereta perang Bhatara Indra dan Matali menjadi saisnya secara langsung. Panjinya berkibar dengan gagahnya, dan kuda-kuda itu tampak perkasa sekali, bercahaya serta mampu berlari bermil-mil dalam sekejap.
Anak panah yang tak pernah habis, ada dibahu Arjuna, dan gandhiva sudah tergantung di bahu kanannya. Ia kemudian maju dengan berkah Dewa menghadapi Nivatikavaca sendirian tanpa prajurit. Persis seperti Bhatara Shankara maju ke medan perang ketika hendak menghancurkan Tri Pura.
Langit bergemuruh karena kereta Bhatara Indra turun, dan panjinya membuat awan-awan gelap bermunculan. Nivatikavaca adalah sosok yang trampil membaca pertanda alam, dan ia sadar bahwa salah satu Dewa sekarang datang untuk bertempur dengannya. Segera, ia berkemas dengan segala macam senjata aneka warna, menyambut datangnya musuh di medan laga.
Alangkah terkejutnya ia, ketika ia melihat bukan Bhatara Indra yang berdiri di atas kereta itu, melainkan sosok manusia yang memiliki rambut gempel, dengan dada bidang dan berpakaian layaknya pertapa. Dari sais keretanya ia segera tahu bahwa yang berdiri didepannya adalah Putra Kunti, bernama Arjuna. tersenyum lebar menyambut Arjuna, raja raksasa itu berkata:
“Oh..ada anak kemarin sore datang menantang aku di sini. Dari mana kau dapatkan kereta perang milik Bhatara Indra? Biar aku tebak, mungkin Bhatara Indra takut dan melarikan diri, kemudian kau tampil didepannya menjura seperti seorang pemberani yang akan menyelamatkan surga. Manis sekali anak kecil…ha..wuahaa.haa.haaa.haa.ha.h..haaaa”
Arjuna tidak berkata apapun untuk menjawab hinaan Nivatikaavaca, ia hanya memandang musuhnya dengan tatapan tajam. Merasa tidak diindahkan, maka raksasa itu kembali berkata:
“Oh..malang benar aku berbicara kepada orang bisu. Hai bocah, karena aku sekarang sedang berbaik hati, maka cepatlah pergi dari sini, jika tidak, maka anak panahku akan memenggal kepalamu itu..!”
Sekali kagi Arjuna tidak menjawab, kemudian Arjuna mengambil sankha kalanya yang bernama Devadatta. Kemudian ia mulai meniup terompet kerang itu dengan keras, dan hasilnya suara terompet itu menderu-deru, meraung-raung bagaikan singa lapar. Memecah angkasa dan membahana memenuhi langit, setengah kekuatan Nivatikavaca sudah terserapo dalam deruan terompet itu, dan ia bergetar secara tidak sengaja.
Untuk menyembunyikan rasa takutnya itu, maka Nivatikavaca berteriak dan menghujani Arjuna dengan anak panah. Bagaikan orang yang tengah frustasi, ia mengamuk membidikkan anak panah mautnya kea rah Arjuna, dan Arjuna juga membalas serangan itu dengan gesit.
Anak panah mereka beradu di angkasa dan meledak di sana dengan sangat keras. Tidak satupun anak panah Nivatikavaca berhasil menembus pertahanan Arjuna. ia bertambah geram, dan karena amarah telah menguasai dirinya, maka arah tembaknya juga semakin ngawur dan tidak terarah.
Ini membuat Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melumpuhkan serangan musuhnya. Dengan satu anak panah, Arjuna mematahkan busur Nivatikavaca. kemudian dengan satu anak panah, Arjuna memotong dawai busurnya. Lalu satu anak panah lagi melesat dan menebas panji milik Nivatikavaca, dan akibatnya panji yang berkibar jaya itu jatuh ke tanah.
Nivatikavaca sekarang sungguh tidak berdaya di buat oleh Arjuna. ia merasa sangat geram, dan segera mengambil sebilah tombak tajam dan dengan kekuatan penuh tombak itu dilemparkan kepada Arjuna. melayang cepat diangkasa, maka tombak itupun patah karena tembakan anak panah Arjuna. segera Arjuna mengambil Agniastra dan melepaskannya pada musuhnya itu.
Sekarang api berkobar-kobar dan melesat cepat laksana kilat. Whusss..wshus…api itu menyembur dan menghantam kereta perang Nivatikavaca hingga berantakan. Raksasa itu terbang melayang setelah kehilangan keretanya di medan laga. Sekarang ia sadar bahwa Arjuna bukan anak kemarin sore. Arjuna tidak boleh dianggap remeh dan harus melawannya dengan baik-baik.
“Hai..bocah, aku sungguh kagum pada kecepatan dan caramu memainkan anak panah. Tidak aku sangka, Bhatara Indra punya pelayan sehebat kamu. Sampai tadi, tidak ada satupun mahluk yang mampu menghancurkan panjiku yang menjadi kebanggaanku itu. Tapi kau sudah membuktikannya Arjuna, sekarang kau boleh tersenyum, tapi lihatlah ini…hiyaat…..aku akan membakarmu…!!!”.
Setelah berkata demikian, Nivatikavaca kemudian membesarkan badannya, dan dari setiap siku-siku serta pergelangan tangan kakinya, keluarlah api berpijar hebat. Api itu menjilat-jilat seperti lidah lapar yang melihat makanan empuk. Sekarang tubuhnya tak ubah seperti api samvartaka diakhir jaman yang akan menelan dunia.
Arjuna sadar kini musuhnya sangat murka, dan ia kemudian mengambil Varunaastra dan membidikkannya pada Nivatikavaca. senjata itu melesat dengan siraman air yang keras, dan memadamkan api Nivatikavaca dengan segera. Raksasa itu merengang dan berteriak:
“Ehhhh…arghhaarhghh….Arjunaa….!!!.
Dengan kekuatan batinnya, ia mengeluarkan senjata sakti berupa pedang dengan dua mata yang tajam. Pedang itu dilemparkn pada Arjuna, daaasshh…dasaashhh…. Melesat dan mengarah tepat pada Arjuna. Tetapi dengan segera, Arjuna kemudian melepaskan anak panah yang dapat berubah wujud menjadi tameng pelindung. Pedang dua mata itu jatuh dan tak dapat menembus pertahanan Arjuna.
Nivatikavaca semakin garang dan ia bernafsu untuk segera membunuh Arjuna. Putra pandu melihat lawannya yang tengah berdiri tanpa kereta perang, merasa sangat iba. Raksasa hebat itu, terlihat seperti orang dungu ketika tanpa kereta perang. Arjuna merupakan ksatria yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam perang, kemudian ia pun melompat dari atas kereta perangnya dan mengnunus pedangnya kemudian menerjang Nivatikavaca dengan cepat.
Bagaikan seekor singa yang lapar, Arjuna mengamuk dan menghujamkan pedangnya ke badan Nivatikavaca. raksasa itu merasakan bagaimana cepatnya serangan Arjuna yang tak ubahnya seperti halilintar. Namun Nivatikavaca juga merupakan petarung ulung, ia seorang maharatika dan berpengalaman di medan laga. Ia menyambut serangan Arjuna dengan pedangnya yang panjang dan menebas-nebaskan secara cepat pada Arjuna.
Sesekali keluar percikan api dari ke dua senjata yang beradu itu. Teriakan Nivatikavaca membuat peperangan itu seperti pertempuran Bhatara Indra dengan Vrtra yang dinyanyikan dalam Reg Veda. Mereka seperti Hiranyaksa yang tengah beradu ilmu dengan Varaha. Mereka tak ubahnya seperti Kartikeya yang bertempur dengan Tarakasura.
Kedua pedang itu beradu, dan kini tangan mereka sama-sama telah terasa pegal. Tetapi mereka tetap bertahan untuk menang, dorongan dari kaki Arjuna lebih keras, dan tendangan memutar mendarat tepat di dada Nivatikavaca, hingga raksasa itu terlempar beberapa meter ke belakang.
Merasa musuhnya sangat kuat, maka Nivatikavaca memejamkan matanya, dan dengan kekuatan gaibnya, ia menciptakan kereta perang yang lengkap dengan senjata. Raksasa itu meloncat naik ke atas kereta dan panjinya kini berkibar kembali. Ternyata ia sengaja menjebak Arjuna agar turun dari kereta perangnya dan meninggalkan semua senjata, dengan demikian Nivatikavaca dapat menyerang Arjuna dengan sangat leluasa.
Meskipun demikian, Arjuna tidak khawatir, dan ia tetap memperlihatkan wajah yang tenang menghadapi musuhnya licik itu. Kini anak panah melesat ke arah Arjuna, dan dengan tebasan pedangnya, ia berhasil mematahkan serangan itu. Nivatikavaca berdecak kagum dalam hatinya, sebab baru sekarang ia menemukan lawan sehebat Arjuna.
Dhananjaya kemudian melemparkan pedangnya kea rah musuhnya itu, tetapi daya lempar itu tidak secepat ketika ia berada di atas kereta perang. Matali, sais kereta Bhatara Indra, sadar akan keadaan yang tidak menguntungkan di pihak Arjuna, maka ia memutar keretanya untuk turun dan menjemput Arjuna. dengan segera Putra Pandu itu melompat dan mengambil gandhivanya dan segera membidik lawannya.
Bagaikan Bhargava yang tengah murka, Arjuna menghujani Nivatikavaca dengan ribuan anak panah sekaligus. Anak panah itu bagaikan badai dan angina topan, sehingga langit pun tampak gelap karena hujan anak panah. Gudakesha telah diberkati oleh banyak Dewata, ia mendapatkan berkat yang luar biasa. Karena itu, sehebat apapun musuhnya, kewalahan juga akan menghadapi hujan panah Arjuna.
Nivatikavaca mundur beberapa meter untuk menghindar dari serangan Arjuna. ia kemudian mengambil anak panah berbentuk bulan sabit dan dibidikkannya pada Arjuna. panah itu bersinar laksana ribuan mentari dan cahanya membuat musuh akan susah melihat dengan jarak pandang yang tepat. Arjuna kemudian membidikkan anak panahnya, pemberian Hyang Kartikeya, jendralnya para Dewa.
Kedua senjata itu melesat cepat..daashsaa…….dan meluncur laksana kilatan cahaya. Tiba-tiba panah Arjuna berubah menjadi tameng yang besar dan menelan candraastra milik Nivatikavaca. Sorak sorai bergemuruh dipihak para Dewa yang ikut menyaksikan pertempuran itu dari langit. Mereka membunyikan sankha kala untuk membesarkan hati Arjuna.
Suprabha kemudia turun dari barisan para Vidyadara dan menghampiri Arjuna, layaknya Vibhisana menghampiri Rama ketika sedang bertarung melawan Ravana. Ia membisikkan kelemahan Nivatikavaca yang tepat berada di pangkal tenggorokannya itu. Kini Arjuna mantap untuk menyerah titik vital lawannya yang taguh itu.
Dengan penuh percaya diri, Arjuna kemudian mengambil Devadattanya dan meniupnya dengan kencang. Bagaikan raungan singa, suara sankhanya menderu dan meraung-raung memberikan pertanda bahwa ia siap menghabisi musuhnya sekarang. Dhananjaya memejamkan matanya, dan secara gaib, panah pasupati sudah berada di tangan ksatria perkasa itu dengan segera.
Panah itu dibidikkan tepat ditempat kelemahan Nivatikavaca.Kemudian..ddaaaaaaassshhhhh...panah pasupati meluncur dengan sangat cepatnya dan tepat mendarat di kerongkongan Nivatikavaca. Raksasa itu menggelepar dan meregang kesakitan, ia berteriak keras bagaikan guntur yang menggelegar membelah langit. Raksasa itu ambruk dan badannya jatuh dengan beratnya bagaikan puncak gunung yang runtuh, badan itu membuat gemba bumi yang cukup hebat. Ia tergeletak sangat gagahnya dengan anak panah menancap di kerongkongannya.
Sebagai seorang maharatika, ia gugur dengan sangat terhormat di medan laga. Bertempur sangat berani dan ia menunjukkan dirinya sebagai seorang ksatria yang hebat. Bulan akan tampak indah ketika menjadi purnama, samudra akan indah karena gelombangnya yang tinggi, seorang pertapa akan indah ketika brahmadanda ada di tangannya, seorang Brahmacari akan indah ketika ia membaca Veda, dan maharatika akan terlihat gagah jika ia gugur dalam sebuah pertarungan di medan laga.
Para Dewa bersorak menyambut kemenangan Arjuna, dan mereka menjatuhkan hujan bunga kepada Dhananjaya. Semuanya mengelukan nama Arjuna sebagai pahlawan dan di sambut langsung oleh para Dewa. Seluruh Dewa yang hadir memberikan berkah kepada Arjuna.
Seketika Arjuna menjura dihadapan para Dewa. Ia menghormat dengan segera dan menundukkan kepalanya sebagai sebuah persembahan rasa bhaktinya. Arjuna kemudian menjatuhkan dirinya di kaki Bhatara Indra dan menyentuhkan mahkotanya yang indah itu ke tanah.berkali-kali Arjuna melakukan itu, dan berkali-kali juga ia menerima berkat dari para Dewa. untuk lebih mengetahuinya secara lengkap, maka bacalah buku berikut, dan dapatkan di toko terdekat di kota anda:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar